Tour of Duty - Kelenteng Hiap Thian Kiong (Kwan Seng Tee Koen) & Vihara Satrya Budhi Bandung - Jl Kelenteng 223A Bandung (Bag 2 - 2 Tulisan)
Vihara atau sering disebut kelenteng atau klenteng setiap kali tahun baru China selalu terlihat berbenah. Demikian pula dengan sejumlah kelenteng yang ada di Kota Bandung. Salah satunya adalah Kelenteng Satya Budhi yang berlokasi di Jalan Kelenteng No 223 A, Kota Bandung.
Salah seorang pengurus kelenteng menyebutkan bahwa kelenteng ini merupakan yang tertua di Jawa Barat (Jabar). Usianya ditaksir sudah diatas 125 tahun. Di kelenteng tersebut nampak prasasti yang menceritakan pembangunan kelenteng dan kegiatan renovasinya. Ditulis kelenteng dibangun pada abad ke-19 tepatnya tahun 1896.
Pada awalnya kelenteng tidak bernama Satya Budhi namun Xie Tian Gong. Perubahan nama dilakukan sejak masa orde baru yang pada saat itu memang anti dengan nama-nama yang berbau bahasa China. Nama Satya Budhi pun dipakai hingga kini.
Selain sebagai tempat berdoa bagi warga tionghoa atau keturunan, kelenteng tersebut juga sangat indah tampak dari luar. Sehingga tidak jarang sering pula dikunjungi wisatawan, khususnya dari China.
Menuju ke kelenteng tersebut sangat mudah, karena terletak di tengah Kota Bandung. Jaraknya hanya sekitar 50 meter dari persimpangan Jalan Kelenteng dengan Jalan Sudirman Kota Bandung. Kawan ini sering disebut sebagai Pecinan, karena memang banyak dihuni oleh warga tionghoa.
Kelenteng nampak cerah dengan dominasi warna merah, sejak gapura gerbangnya. Memasuki gerbang kelenteng, sebuah Patung Dewa Guan Gong yang menunggang kuda sedang mengangkat kaki depan akan menyambut. Patung sebagai simbol perlindungan dari dewa bagi siapapun yang hendak masuk kedalam kelenteng. Semerbak wangi dupa ikut menyambut tamu.
Sebelum masuk kedalam vihara tersebut, nampak gambaran mural yang indah menceritakan dewa-dewa warga China seperti diakui oleh tiga agama yakni Konghucu, Tao, dan Budha. Nampakpanji-panji yang dibawa yang mengisyaratkan kebajikan.
Puncak atap vihara juga khas, yakni dihiasi dengan ukiran atau patung ular naga besar.
Saat memasuki lokasi didalam kelenteng, ratusan lilin yang ditata rapi di bagian kanan dan kiri nampak menyerupai bukit kecil. Sementara beberapa warga nampak khusuk berdoa, duduk sambil mengatupkan telapak tangan (mirip bertapa).
Meski cat kelenteng nampak cerah dengan warna merah dan putih yang dominan, didalam kelenteng suasanya langsung berubah. Suasana hening dan damai sangat terasa. Lalu lalang pengunjung untuk berdoa atau bersedekah tidak menimbulkan keributan. Elemen interior vihara nampakseimbang, kaya akan detail dan warna serta bernilai estetis oriental, mengingatkan saya pada filosofi Tao, Yin-Yang, tentang penting-nya keseimbangan dalam kehidupan.
Kelenteng ini menjadi yang paling besar di Bandung. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah altar yang lebih mirip aula tempat peribadatan sangat luas. Di bagian depan altar nampak patung dewa-dewi dari giok. Nampak pula tempat pembakaran kertas uang di masing-masing sisi yang menyerupai Pagoda.
Menilik dari berbagai literature, kelenteng yang sudah berusia 125 tahun ini ternyata memiliki sejarah berliku untuk tetap dipertahankan keberadaannya.
Di penghujung abad ke-19 tepatnya tahun 1896, Golongan Timur Asing etnis Tiong Hoa yang bertempat di lingkungan Pecinan Kota Bandung mendirikan sebuah kelenteng pertama di Bandung. Arsiteknya sengaja didatangkan dari China.
Pada awalnya Sheng Di Miao difungsikan sebagai tempat beribadah bersama. Lalu pada tahun 1917, kelenteng ini dibangun ulang dan berganti nama menjadi Kelenteng Xie Tian Gong yang berarti Kelenteng Masyarakat. Kini lebih dikenal sebagai Vihara Satya Budhi.
Dan saat pergantian tahun baru China, kelenteng ini akan dipadati oleh warga tionghoa, yang datang dari Bandung, Jakarta, Cirebon hingga Semarang. Pada malam tanggal 22 dan 23 Januari mendatang kelenteng ini akan dipadati ratusan pengunjung yang hendak melewati pergantian tahun China atau Imlek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar