Berkat jasa Hou Yi, sang Ratu Langit memberikan hadiah berupa dua
buah pil keabadian agar Hou Yi dan Chang ‘E bisa hidup abadi di istana
langit. Mereka memutuskan untuk sementara menyimpan pil itu dan menunggu
saat yang tepat untuk naik ke langit. Dengan bahagia, pasangan itu
menanti hari baik untuk bersama-sama menjadi sepasang Dewa.
Namun
malang tak dapat dihindari. Ketika Hou Yi pergi untuk berburu, seorang
muridnya yang serakah mencuri pil keabadian tersebut agar dia sendiri
bisa menjadi Dewa. Chang ‘E memergoki perbuatannya dan merekapun
bergulat memperebutkan benda itu. Dalam kondisi panik, Chang ‘E terpaksa
menyembunyikan kedua pil itu di dalam mulutnya dan tanpa sengaja malah
menelannya.
Karena menelan dua buah pil keabadian sekaligus,
tubuh Chang ‘E menjadi amat ringan. Begitu ringan hingga dia tak mampu
lagi mempertahankan kakinya agar tetap di tanah. Tubuh Chang ‘E
melayang, lebih tinggi dari atap rumah mereka, dan tak lama kemudian
ketinggiannya sudah melampaui ujung pohon tertinggi di hutan.
Tepat saat itulah Hou Yi pulang. Melihat istrinya melayang, dia
menyadari kalau Chang ‘E pastilah telah menelan kedua pil itu. Hou Yi
marah karena mengira sang istri telah mengkhianatinya. Dalam kemarahan,
sang pahlawan merentang busurnya, berniat memanah jatuh istrinya
sendiri. Beruntung, pada saat terakhir Hou Yi mengurungkan niatnya itu.
Dengan hati hancur dia hanya bisa terpaku memandangi sosok sang istri
yang makin lama makin jauh.
Chang ‘E melayang di langit, makin
tinggi dan tinggi, dan baru mampu mendarat saat tiba di permukaan bulan
yang dingin. Tak ada kehidupan di sana. Chang ‘E yang malang hanya bisa
menangis tanpa tahu cara pulang ke bumi untuk menjelaskan semuanya pada
sang suami. Sang Ratu Langit yang merasa kasihan padanya membuatkan
sebuah istana di bulan dan memberikan seekor kelinci untuk menemani
hari-hari Chang ‘E yang sepi. Chang ‘E pun menjadi Dewi Bulan.
Di
bumi, Hou Yi akhirnya tahu kalau Chang ‘E tak bersalah. Sang murid
durhaka mendapat hukuman berat, tapi hanya itu yang dapat dilakukannya.
Tak mungkin dia bisa bertemu lagi dengan istrinya yang sudah menjadi
Dewi. Tak ada lagi pil keabadian. Dunia mereka sudah berbeda. Yang bisa
dilakukan Hou Yi hanya menunggu, berharap suatu saat Chang ‘E akan turun
ke bumi mengunjunginya. Maka sejak saat itu, tiap tanggal lima belas
bulan ke delapan – hari saat Chang ‘E naik ke langit – Hou Yi menyiapkan
kue dan makanan kesukaan sang istri, berharap saat melihat kue itu
Chang E akan teringat padanya dan bersedia turun dari istananya di
bulan.
Menunggu dan menunggu. Tahun demi tahun berlalu, Hou Yi
pun menjadi tua dan akhirnya meninggal dalam kesendirian. Masyarakat
sekitar yang kasihan pada nasib malang pahlawan mereka meneruskan
kebiasaan Hou Yi, memberi persembahan pada Dewi Bulan tiap tanggal lima
belas bulan ke delapan. Itulah asal usul Festival Pertengahan Musim
Gugur.
Bila pasangan Gadis Penenun dan Pemuda Penggembala bisa
bertemu setahun sekali, seumur hidupnya Hou Yi tak bisa lagi bertemu
dengan Chang ‘E. Barulah setelah dia meninggal, Kaisar Langit mengangkat
jiwa sang pahlawan menjadi Dewa Matahari dan dengan demikian dia bisa
berjumpa kembali dengan istrinya di Istana Bulan.
Kebiasaan
diatas berkembang dan dipakai Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan
pemberontakan heroik Zhu Yuan Zhang memimpin para petani Han melawan
pemerintah Mongol. Pada saat itu rakyat Han menentang pemerintahan
Mongol dari Dinasti Yuan, dan para pemberontak yang dipimpin sendiri
oleh Zhu Yuan Zhang, merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Zhu
Yuan Zhang bingung memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk
memberontak pada hari yang sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.
Salah seorang penasehat terpercaya nya akhirnya menemukan sebuah ide.
Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan menimpa
negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh
para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut
hanya dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi
pada tanggal lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.
Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi pada
tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat
itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan
pertengahan Musim Gugur. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat
dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song (960-1279). Dari sini,
kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming
(1368-1644) berdiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar