Kisah tentang Jing Wei bercerita tentang bagaimana burung bernama Jing Wei berupaya keras untuk mengisi laut, cerita ini sangat memuji manfaat niat baik dan semangat yang tak kenal lelah. Frasa Jing Wei Tian Hai (Jing Wei Mengisi Lautan) kemudian biasa digunakan untuk menjadikan teladan keteguhan hati yang menentukan Prang untuk terus menempuh jalan agar mencapai ambisi terbesar mereka.
Mitos
Kaisar Yan punya anak perempuan kecil bernama Jing Wei. Gadis cilik ini seorang anak yang pintar dan patuh dan sangat dicintai ayahnya. Ketika Kaisar Yan sedang ridak berada di rumah, Jing Wei bermain sen-dirian. Jing Wei dulu berharap ayahnya mengajaknya pergi ke Laut Timur, tempat matahari terbit. Namun, ayahnya sangat asyik dengan pekerjaannya dan tidak punya banyak waktu untuknya. Satu hari, Jing Wei memutuskan untuk naik kapal kecil pergi laut sendirian tanpa memberi tahu ayahnya. Ia mendayung ke Laut Timur, tempat matahari terbit. Sayangnya, ombak besar muncul dan kapal kecilnya terperangkap. Jing Weng jatuh ke laut dan tenggelam. Kaisar Yan putus asa dan tak ada yang dapat is lakukan agar dapat mengembalikan putrinya. Setelah kematiannya, jiwa Jing Wei berubah men-jadi burung kecil. Kepalanya warna-warni, dan cakarnya merah. Ratapannya "Jing Wei, Jing Wei" terdengar melankolis, sehingga orang menamainya burung Jing Wei. Jing Wei terbang kian kemari sambil berkicau, dan mulai memunguti batu dan ranting dari Gunung Fail" untuk memenuhi laut. Burung itu melakukannya setiap hari, terbang bolak-balik dengan satu tujuan untuk memenuhi lautan. Suatu hari, seekor burung camar lewat dan penasaran dengan yang sedang dilakukan Jing Wei. Ketika burung camar tersebut memahami apa yang tengah terjadi, hatinya sangat tersentuh. Mereka menikah dan melahirkan banyak burung kecil. Anak burung betina menyerupai Jing Wei sedangkan anak burung jantan menyerupai burung camar. Burung Jing Wei kecil mengikuti jejak induknya dalam memunguti batu dan mengisi lautan, bahkan sampai saat ini.
Kaisar Yan punya anak perempuan kecil bernama Jing Wei. Gadis cilik ini seorang anak yang pintar dan patuh dan sangat dicintai ayahnya. Ketika Kaisar Yan sedang ridak berada di rumah, Jing Wei bermain sen-dirian. Jing Wei dulu berharap ayahnya mengajaknya pergi ke Laut Timur, tempat matahari terbit. Namun, ayahnya sangat asyik dengan pekerjaannya dan tidak punya banyak waktu untuknya. Satu hari, Jing Wei memutuskan untuk naik kapal kecil pergi laut sendirian tanpa memberi tahu ayahnya. Ia mendayung ke Laut Timur, tempat matahari terbit. Sayangnya, ombak besar muncul dan kapal kecilnya terperangkap. Jing Weng jatuh ke laut dan tenggelam. Kaisar Yan putus asa dan tak ada yang dapat is lakukan agar dapat mengembalikan putrinya. Setelah kematiannya, jiwa Jing Wei berubah men-jadi burung kecil. Kepalanya warna-warni, dan cakarnya merah. Ratapannya "Jing Wei, Jing Wei" terdengar melankolis, sehingga orang menamainya burung Jing Wei. Jing Wei terbang kian kemari sambil berkicau, dan mulai memunguti batu dan ranting dari Gunung Fail" untuk memenuhi laut. Burung itu melakukannya setiap hari, terbang bolak-balik dengan satu tujuan untuk memenuhi lautan. Suatu hari, seekor burung camar lewat dan penasaran dengan yang sedang dilakukan Jing Wei. Ketika burung camar tersebut memahami apa yang tengah terjadi, hatinya sangat tersentuh. Mereka menikah dan melahirkan banyak burung kecil. Anak burung betina menyerupai Jing Wei sedangkan anak burung jantan menyerupai burung camar. Burung Jing Wei kecil mengikuti jejak induknya dalam memunguti batu dan mengisi lautan, bahkan sampai saat ini.
Gunung Fajiu
Berdasarkan catatan, "Kaisar Yan mempunyai anak perempuan kecil bernama Jing Wei, yang tenggelam di laut ketika is pesiar di Laut Timur. Gadis itu menjelma menjadi Jing Wei sang burung dan bekerja memunguti batu dan ranting dari Pegunungan Barat untuk meng-isi Laut Timur". Di sini, "Pegunungan Barat" merujuk Gunung Fajiu yang membentuk pemandangan agung mengesankan dengan puncaknya diliputi awan. Orang dapat dengan mudah salah mengenali rangkaian pegunungan itu sebagai tempat hidup para dewa-dewi. Gunung Faiju menciptakan lukisan indah dengan pemandangan air terjun dan formasi te-bing yang khas istimewa. Ketinggiannya yang menjulang membuat puncaknya sebagian diselimuti awan, menambah suasana mistik. Di atas puncaknya ada sebidang tanah datar kecil tempat kuil tua dibangun. Di bagian sisi selatan puncak utama ada sebuah area yang cocok diberi nama Pengintaian Tanpa Angin (Windless Lookout), sebab pada waktu kapan saja, tak ada sedikit angin pun terasa bertiup. Sebuah biara bernama Qi Yun Dong (Gua Awan) dibangun di tebing selatan. Awan membentuk gerbang masuk gua, menambah kesan suasana surgawi pada biara tersebut.
Di sisi Timur kaki Gunung Faiju ada anak sungai kecil yang merupakan sumber air Zhuozhang River. Pada masa lalu, Stream God Temple (Kuil Dewa Sungai) didirikan di sumber air itu dan konon kuil ini dibangun oleh Kaisar Yan untuk memperingati Nuwa. Gedung kuil luas dan luar biasa indah, dengan struktur seper-ti Menara Langit, Tangga Surga, Jembatan Surga, Gerbang Surga Selatan, Pemandangan Batu Biru Langit Segi Delapan, dan Kolam Bintang Empat mengelilingi kuil tersebut. Di kaki Gunung Fajiu, fenomena menakjubkan menarik banyak turfs. Sungai biro jernih mengalir dari kaki gunung, berkilauan terkena sinar matahari. Sebaiknya orang menginap di Lingqiu Temple, suara merdu aliran sungai akan menenangkan pikiran dan embuat tubuh relaks. Sebagian besar kuil yang diba-gun di Gunung Fajiu berhubungan dengan Jing Wei. eks berjudul Reading the Classic Gunungains and Rivers berbunyi : "Jing Wei mengangkut potongan kecil kayu dan mencoba mengisi taut. Sebagaimana Xing Tia terus mengayunkan kapaknya, begitulah adanya keteguhan kita yang pernah mati." Di sini ia menghubungkan seekor burung mungil dengan raksasa yang kuat—dan ini telah menyentuh hati bangsa Cina selama ribuan tahun. Laut mungkin saja besar dan mengagaumk tetapi keteguhan hati Jing Wei yang kuat bahkan lebih memukau, patut dikagumi.
Nenek Moyang Orang Huaxia
Kaisar Yan dan Kaisar Kuning adalah nenek moyang bangsa Huaxia. Mereka adalah pemimpin dua suku bangsa terhubung dekat dengan ikatan darah di pusat Henan, sepanjang Yellow River. Kemudian dua suku bangsa tersebut berperang memperebutkan tanah, dan Kaisar Kuning mengalahkan Kaisar Yan. Kedua suku bangsa ini perlahan menyatu menjadi bangsa Huaxia yang di belakang hari dikenal sebagai orang Hans. Kaisar Yan dan Kaisar Kuning juga merupakan penggerak utama budaya dan teknologi Cina. Mereka sebaik warga negara mereka dan keturunan mereka yang menciptakan sebagian besar penemuan panting di Cina masa lalu/kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar