Orang dari industri perikanan memuja Raja Naga, Dewa Air, Mazu--Dewa Laut, Dewa Sungai, dan lainnya.Mereka percaya kesuksesan tangkapan mereka bergantung pada para dewa. Karenanya, para nelayan memuja dengan tulus dan taat, tidak berani menunjukan rasa tidak hormat sedikit pun.
Nelayan hidup dan berkerja di laut. Ini berarti mereka selalu berada dalam belas kasihan ombak besar, angin kencang, karang tersembunyi, dan laut dangkal berbahaya. Ada pepatah, "Dalam kayu tiga inci ada kehangatan seperti kamar ibu, di luar kayu tiga inci ada pertemuan dengan raja neraka yang membawa kehancuran." Hal ini menunjukkan betapa bahayanya pekerjaan mereka. Dulu, nelayan memiliki pertahanan lemah terhadap kekuatan alam. Mereka sering kali menempatkan diri dan tangkapan mereka di tangan dewa-dewa, melahirkan berbagai kepercayaan dan bentuk pemujaan.
Dewa yang paling dipuja adalah raja naga. Untuk memohon agar dapat kembali dengan selamat dari laut, nelayan sering mendaki gunung untuk memuja raja naga pada hari terakhir bulan imlek. Awal musim memancing, ketika nelayan berlayar untuk memancing, biasa disebut kaiyang. Selama kaiyang, nelayan akan diatasperahu akan berdoa pada dewa dengan melakukan upacara berlutut dan membungkuk dan membakar petisi formal dewata. Ini disebut "dokumen resmi". Kapten akan menuangkan secangkir arak dan melemparkan kepingan daging ke laut dengan harapan perjalanan mereka akan lancar. Ini biasa disebut 'berterima kasih pada roh gentayangan'. Pada akhir musim memancing, nelayan akan memberi persembahan untuk mengungkapkan syukur mereka pada Raja Naga. Ini disebut 'menunjukkan rasa syukur pada lautan'.
Mazu, yang dikenal sebagai permaisuri langit, adalah dewa pelindung laut sepanjang panti tenggara China. Menurut legenda, Mazu adalah wanita muda dari putian di provinsi fujian. Ia seorang gadis cerdas yang bisa menyelamatkan orang-orang yang kesulitan di laut. Maka, ia dihormati sebagai dewi laut oleh nelayan dari Taiwan, Fujian, Zhejiang, dan daerah lain. Banyak pulau memiliki kuil Mazu atau Permaisuri langit dengan pemuja yang sangat banyak.
Nelayan juga suka memuja Bodhisatwa Chuanguan di kabin belakang perahu. Bodhisatwa mempunyai jelmaan pria dan wanita. Bodhosatwa pria adalah tuanLu Ban, pendiri pembangunan kapal, atau Guan Yunchang, dewa China dari Tiga kerajaan yang juga dikenal sebagai Guan Yu. Bodhhisatwa wanita, juga dikenal sebagai Shenggu Niangniang, merujuk pada Nyonya Kou Ceng atau Shunfeng Agung karena mereka percaya bahwa Yu adalah dewa pelindung dari Taihu. Karenanya, mereka membangun kuil Raja Yu di atas Gungung Ang di Taihu. Setiap musim semi, para nelayan akan mempersembahkan seekor babi utuh dan kambing pada raja Yu dan mengundang rombongan opera untuk tampil sebagai ungkapan terimakasih mereka pada dewata yang akan memberkati nelayan dengan tangkapan yang banyak.
Ada pepatah, "perahu menolong perahu, air menolong air, kapten kapal takut hantu di air." Konon hantu air harus dipuja. Pada hari terakhir tahun imlek, nelayan akan melepaskan lampion air ke laut untuk memuja dewa air. Pada malam pelepasan lampion, dua perahu yang dihiasi dengan ular-ular berwarna berlayar paralel satu sama lain dengan iringan pukulan gong dan nyanyian para pendeta. Ribuan lampion dinyalakan dan dilepaskan berpasangan ketika perahu berlayar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar