Diceritakan pada zaman dahulu kala, pada masa / periode Vairocana Buddha, hiduplah seorang Raja dimana setelah mendengarkan Dharma Buddha, Sang Raja menjadi sangat terinspirasi dan melepaskan takhta untuk kemudian menjadi seorang pertapa.
Suatu hari, Sang Raja pergi untuk berkunjung kepada Vairocana Buddha. Setelah mendengarkan Dharma dari Beliau dan melihat segala penderitaan makhluk hidup, Ia pun mengucapkan 48 Ikrar Agung untuk menyelamatkan semua makhluk hidup dari kesengsaraan.
Ia pun dengan penuh kesadaran mempraktekkan Dharma dan menjauhkan diri dari segala kenikmatan sensual dan tidak memberikan celah sedikit pun untuk mempunyai pemikiran mengenai kebencian atau menyakiti mahkluk lain. Setelah menjalani berbagai kesulitan dan kerja keras dan akumulasi berbagai perbuatan baik dan kabajikan dari beberapa kelahiran kembali, Ia akhirnya mencapai pencerahan sempurna.
Setelah mencapai Ke-Buddha-an, Ia pun akhirnya disebut sebagai Amitabha Buddha, yang mempunyai makna dalam bahasa sanskrit sebagai "Cahaya Yang Tidak Terbatas" / अमिताभ. Oleh karena itu, Amitabha Buddha sangat dihormati sebagai "Buddha Kehidupan Yang Kekal" / "Buddha Dengan Kemilau Tak Terhingga" dan berbagai sebutan lainnya dimana terdapat 13 sebutan yang diberikan kepada Amitabha Buddha.
Menurut sebuah kisah, keharuman dan nafas murni dari Bunga Vipala terpancar dari dalam mulut Amitabha Buddha, aroma dari Kayu Cendana tersebar keluar melalui pori-pori tubuhnya dan dari kedua tangan Amitabha Buddha dapat mengeluarkan berbagai harta yang tak terhingga jumlahnya. Beralih kepada kekuatan besar yang terkandung di dalam Ikrar Agung-Nya, Amitabha Buddha mendirikan sebuah "Kerajaan" / "Tanah Suci" dimana semua makhluk hidup dapat menikmati kebahagiaan tanpa adanya penderitaan dan kesulitan. "Dunia" yang diciptakan-Nya ini berlokasi nun jauh di Barat yang berjarak 10,000 milyar tahun cahaya. "Dunia" ini juga dikenal dengan sebutan "Surga Barat" atau "Surga Sukhavati".
Legenda ini tercatat di dalam Amitabha Sutra yang sudah diterjemahkan dalam terjemahan Mandarin oleh seorang Master Dharma, Kumarajiva (344-413), pada saat masa akhir Dinasti Qin. Sutra tersebut kemudian diabadikan melalui upaya Buddhisme Tiongkok, terutama melalui anjuran awal dari Hui You pada masa Dinasti Jin dan atas perambatan dari Pure Land School yang didirikan oleh Shan Dao pada masa Dinasti Tang. Sutra tersebut menjadi sangat populer dimana hampir semua keluarga Tiongkok mengetahuinya.
Menurut Sutra Amitabha, selama seseorang mempercayai Amitabha Buddha secara tulus dan penuh kesungguhan tanpa adanya sedikit pun keraguan dan dengan ketulusan melafalkan nama Sang Buddha, ia akan dapat melihat Amitabha Buddha mendatanginya sesaat sebelum seseorang tersebut meninggal untuk menuntunnya menuju Surga Sukhavati. Sebagai hasil dari kesederhanaan dalam menjalankan hal tersebut, setiap makhluk bahkan yang buta huruf sekalipun dan orang biasa yang hidup di tempat terpencil sekalipun dapat menjalankan ajaran ini.
Maka demikianlah pemujaan terhadap Amitabha Buddha telah menjadi sangat populer di daratan Tiongkok hingga dimana dengan melafalkan "NAMO AMITOFO" sudah menjadi suatu simbol bagi semua biarawan / biarawati hingga semua umat Buddhis di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar