Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke klenteng mencari Tao Se – Tao Se (Guru-guru Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan. Tetapi pada bulan-bulan tertentu Tao Se – Tao Se itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu para Tao Se membuat Sam Seng supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Tao Se nya tidak berada di tempat. Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Tao Se – Tao Se tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena Tao Se – Tao Se tidak berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang. Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya asal-usul kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan dengan menggunakan Sam Seng. Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu, Sam Seng mewakili tiga jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarang pun masih ada. (sumber :siutao.com)
Lalu mengapa sembahyang Dewa-Dewi tidak boleh memakai Sam Seng (babi, ikan dan ayam)?
Sembahyang memakai sam seng, ini sudah lama riwayatnya, disebabkan oleh orang-orang kaya kuno, yang menjadikan permainan yang bodoh mengadu kekayaan dan kemewahan pada saat dilaksanakan upacara sembahyang. Tahun ke tahun berlalu, sekali salah, berkali-kali salah terus, seakan-akan sudah menjadi sesuatu yang biasa/paten. Kalau kita teliti dan pikirkan sejenak, kita akan merasa ngeri. Apa sebetulnya sam seng itu? Omongan kasarnya semua itu tak lain adalah bangkai-bangkai binatang. Mengundang iblis atau setan yang makan tidak jadi soal, tapi kalau justru di pajang di atas altar sembahyang Dewa-Dewi untuk mengundangnya makan; Dewa-Dewi akan bagaimana? Anda anggap Dewa-Dewi itu apa/siapa? Apakah Dewa-Dewi masih mau melindungi anda? Maka harus mengerti jangan ceroboh. (sumber : STPC ver.2007 : hal 19)
Menurut anda, dapat dibenarkankah persembahan Sam Seng ini? Dalam Agama Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan kepada Dewa-Dewi. Cukup dengan buah-buahan saja, misalnya apel, pear, jeruk, anggur, pisang, dan sebagainya. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata.
Dahulu aturan-aturan sam seng adalah sebagai berikut:
Sam Seng dan Arak
Pada upacara besar dibutuhkan :
- Sam Seng
Pengantar persembahan terdiri dari:
. Samcam babi, hati, jeroan, darah
. Ayam lengkap, hati, jeroan, darah
. Telor bebek
. Garam
- Sam Seng Ikan
Digunakan pada waktu sembahyang dilau,
misalnya menjemput Leluhur di laut, terdiri dari :
. Paha babi
. Ayam lengkap jeroan
. Ikan laut/bandeng
. Garam
- Ngo Seng
Digunakan pada waktu upacara kematian, Co Kong Tik dan
upacara besar lainnya, terdiri dari:
. Kepala, ekor babi, jantung, hati, paru, darah
. Ayam lengkap dengan jeroan
. Ikan laut
. Kepiting
. Telur bebek
. Garam
Lambang-lambang tersebut berarti :
. Babi : penghantar di laut
. Ayam : penghantar di udara
. Ikan : penghantar di laut
. Kepiting :penghantar di darat dan air
. Telur : sebagai lambang bibit
. Garam : sebagai lambang kehidupan
Persembahan dengan Sam Seng/Sam Seng ikan/Ngo Seng
disertai dengan arak putih(beras).
Menurut hemat kami, aturan Sam Seng kembali ke umat-umat dan pengurus masing-masing kelenteng. Para Dewa / Dewi tidak mesti diberikan Sam Seng, apalagi jaman moderen yang menuntut kepraktisan dari umat-umatnya. Yang kedua, mengurangi praktek pembunuhan. Menurut hemat penulis, semakin tinggi tingkat seorang Dewa / Dewi, maka semakin kurang keinginan mereka terhadap hal-hal duniawi, dan juga tidak perlu mempersembahkan daging, cukup dengan buah-buahan saja.
Dewa-Dewi Tingkat Tinggi seperti Yao Je Jing Mu, Thay Sang Lao Cin, Yuen Xi Dian Cun, Lao Zi, malah ingin makhluk manusia untuk saling mengasihi, menjunjung tinggi moral, dan menjalankan hidup sesuai dengan jalan Tao, dan lebih mengutamakan moral dan menjunjung tinggi De (Budi Pekerti), dan menanam pahala kebajikan selama didunia ini, yakni saling tolong menolong, dan saling menghormati negara, orang tua, guru dan saudara-saudari, daripada hal-hal yang bersifat ragawi / daging-dagingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar